Admin HUKUM dan Kriminal Nasional Penggugat Keberatan, Kementerian LHK Diduga Sengaja Sembuyikan Peta KHDPK Home Hukum dan Kriminal
Nusakini.com--JAKARTA--Penggugat sangat keberatan atas sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diduga menyembunyikan Peta KHDPK, sehingga menghambat proses sidang, Senin (12/9/2022).
Hal tersebut disampaikan Tim Advokasi Aliansi Selamatkan Hutan Jawa dalam rilisnya yang diterima media ini.
Disebutkan, bahwa sidang gugatan SK Menteri LHK SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus di Jabar, Jatim, Jateng, dan Banten tanggal 5 April 2022 (SK 287), kembali digelar di PTUN Jakarta dengan agenda pemeriksaan persiapan keempat. Namun sejak diterbitkan pada April 2022, lampiran SK 287 berupa Peta KHDPK ternyata tidak kunjung dirilis dan disosialisasikan oleh KLHK. Akibatnya, Serikat Karyawan Perhutani, dan kawan – kawan selaku Penggugat tidak kunjung memperoleh kepastian hukum tentang batas dan luas KHDPK sebagaimana ditetapkan SK 287.
Dalam persidangan, pihak KLHK menyatakan syarat perolehan salinan Peta KHDPK harus melalui birokrasi surat-menyurat dari Para Penggugat kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) KLHK. Selanjutnya, PPID akan berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK. Sikap KLHK yang memperpanjang proses perolehan Peta KHDPK bagi publik dan Para Penggugat, ditanggapi oleh Majelis Hakim. Pengadil ini menerangkan bahwa Peta KHDPK yang merupakan satu-kesatuan dengan SK 287 adalah informasi publik yang perlu disediakan setiap saat oleh Badan Publik dan mudah diakses oleh masyarakat.
“Sejatinya, sidang pemeriksaan persiapan bermaksud untuk mensejajarkan kedudukan pihak Penggugat dan Tergugat. Kita tahu bahwa Para Penggugat selaku warga negara memiliki keterbatasan akses terhadap kelengkapan Peta KHDPK. Berbeda halnya dengan Tergugat yang berkedudukan sebagai pemerintah. Karena peta ini menjadi bagian penting dalam gugatan dan berjenis informasi publik, maka seharusnya peta ini diedarkan bersamaan saat Objek Gugatan diterbitkan,” tutur Andi Fahmi Azis, salah satu Hakim Anggota.
Denny Indrayana, selaku Kuasa Hukum Para Penggugat sangat menyayangkan sikap Tergugat yang cenderung mempersulit perolehan Peta KHDPK.
“Padahal, jika mengacu pada Pasal 11 ayat (1) huruf c UU KIP, telah tegas diatur bahwa tiap badan publik wajib menyediakan informasi publik berupa kebijakan serta dokumen pendukungnya. Dengan kata lain, tanpa dimohonkan sekalipun Peta KHDPK seharusnya telah tersedia dan dapat diakses dengan mudah di situs resmi KLHK. Apalagi sekarang sudah era pasca reformasi, bukan zamannya lagi kebijakan yang kucing-kucingan ,” ujar Senior Partner Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm ini.
Kuasa Hukum Para Penggugat lainnya, juga menyampaikan keberatan secara langsung dalam persidangan kepada Majelis Hakim.
“Yang Mulia, kami keberatan dengan sikap Tergugat yang seolah “menyembunyikan” Peta KHDPK dan menolak menyerahkan salinan dokumen tersebut meskipun sudah diminta Majelis Hakim. Tidaklah patut bagi Pejabat TUN yang telah mengetahui suatu dokumen terklasifikasi sebagai informasi publik, justru memilih tindakan yang kontraprodutif dengan menghambat perolehan peta dimaksud”, pungkas Zamrony, Partner INTEGRITY Law Firm.
Bukan hanya Para Penggugat, dalam persidangan tersebut Majelis Hakim juga membutuhkan Peta KHDPK untuk mempelajari perkara secara utuh.
“Jangankan kami yang membutuhkan peta tersebut untuk memperkuat dalil gugatan dan sebagai kelengkapan proses pemeriksaan setempat (descente) nantinya, Majelis Hakim saja sampai dengan sidang keempat belum kunjung memperoleh lampiran obyek gugatan. Kami khawatir, tarik-ulur lampiran SK 287 ini justru tidak seiring dengan prinsip peradilan cepat dan sederhana,” pungkas Zamrony, yang juga mantan Direktur Indonesian Court Monitoring, Yogyakarta ini.(rilis)